Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyebab Kegagalan Bisnis Franchise (Waralaba)



Saat ini Bisnis Franchise (Waralaba) sedang menjamur bak cendawan dimusim hujan. Dimana-mana terdapat Bisnis Franchise (Waralaba) dari kelas kecil dengan modal ratusan ribu sampai dengan kelas besar dengan modal puluhan juta bahkan milyaran rupiah.  Pilihan untuk bisnis Franchise (Waralaba) juga beragam jenis seperti makanan, bahan bangunan, minimarket dan lain sebagainya yang makin hari makin beragam jenisnya .
Akan tetapi dari sekian banyak bisnis Franchise (Waralaba ) banyak juga yang gulung tikar alias bangkrut dan jumlahnya makin hari makin bertambah saja.

Oleh karena itu perlu diperhatikan juga bagi siapa saja yang ingin memulai atau sedang menjalankan bisnis Franchise (Waralaba), bahwa selain keberhasilan juga terdapat kemungkinan kegagalan dalam bisnis tersebut. Sehingga perlu adanya kehati-hatian dalam menjalankan bisnis Franchise (Waralaba).
Dibawah ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan bisa dikaji terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke bisnis Franchise (Waralaba), yaitu antara lain :
  • Modal awal dan royalti Franchise (Waralaba) yang cukup tinggi
Modal awal dan franchise fee (royalty) bisa sangat mempengaruhi laba penyewa bisnis waralaba. Sebagai contoh, jika anda ingin membuka waralaba McDonald's, anda harus punya lokasi sendiri (sewa maupun milik), belum lagi royalti waralaba sekitar Rp 405 juta (US$ 45.000) untuk memegang hak waralaba selama 20 tahun, setelah masanya habis maka bisa diperpanjang.
Jika dihitung-hitung secara total, biaya yang anda harus keluarkan untuk membuka sebuah restoran cepat saji McDonald's berkisar antara Rp 4,5 miliar sampai Rp 14,4 miliar.
Yang paling merepotkan adalah, franchise fee yang harus disetorkan per tahun. Setiap tahun, pemegang pemegang waralaba harus menyetorkan 12,5% omzetnya ke pemilik waralaba. Jadi, berapapun omzet anda atau sebaik apapun bisnis, anda akan terus terikat dengan peraturan ini.
Ongkos sewa tahunan ini merupakan syarat paling standar dalam dunia waralaba. Bahkan, Burger King meminta tambahan 4,5% jika ongkos waralabanya mencapai Rp 450 juta, sama seperti Dunkin' Donuts yang meminta tambahan 5,9% untuk franchise fee di kisaran Rp 360-720 juta tergantung lokasi.
Dikurangi gaji karyawan, uang makan dan pajak dan biaya lain, bisa kita bayangkan bahwa memegang lisensi franchise (waralaba) tidak semudah seperti kelihatannya.
  • Biaya bahan baku yang mahal
Untuk anda bisa tetap berbisnis, kebanyakan pemilik franchise (waralaba) memaksa para pemegang lisensinya untuk membeli bahan baku dari pensuplai yang biasanya masih ada hubungan 'spesial' dengan si pemilik franchise (waralaba). Biasanya, harga yang ditetapkan oleh pensuplai ini lebih tinggi ketimbang harga pasar.
Bahkan, beberapa pemilik waralaba makanan cepat saji mematok 5-10% lebih tinggi dari harga pasar untuk produk-produk seperti sayuran, tomat atau bahan baku lainnya. Padahal, sayuran tetap sayuran yang harganya biasanya hampir sama, tapi ini menjadi salah satu cara lain si pemilik franchise (waralaba) menggenjot laba.
Jangan sekali-sekali anda membatalkan pesanan bahan baku dari si pemilik franchise (waralaba), karena bukan tidak mungkin ia kan memutus kontrak anda di tengah jalan sehingga anda tak lagi bisa berbisnis.
  • Minimnya pendanaan
Kebanyakan pemegang lisensi franchise (waralaba) tidak punya akses ke pendanaan yang baik. Jadi, jika butuh tambahan modal, kebanyakan pemegang lisensi franchise (waralaba) harus merogoh koceknya sendiri. Bisa dibilang, pemegang lisensi franchise (waralaba) bergantung pada diri sendiri.
Beberapa pemilik franchise (waralaba) mengetahui hal ini dengan baik sehingga memberikan opsi cicilan untuk franchise fee, modal awal, bahan baku dan peralatan untuk memulai franchise atau waralaba. Situasi seperti ini biasanya lebih menarik para calon pemegang lisensi franchise (waralaba).
  • Minimnya kontrol lokasi
Beberapa franchise (waralaba) punya aturan untuk tidak terlalu banyak membuka tokonya di sebuah kota demi menghindari saturasi pasar dan omzet yang anjlok. Akan tetapi banyak juga waralaba yang membuka toko sebanyak mungkin di sebuah kota demi menggenjot penjualan.
Itulah mengapa bukanlah sesuatu yang aneh jika anda melihat lima gerai McDonald dalam radius 8 km karena perusahaannya berusaha untuk meraup setiap uang yang ada di wilayah tersebut. Pemilik franchise (waralaba) memang dapat untung banyak, tapi yang menderita adalah gerai si pemegang lisensi franchise (waralaba), karena tiap muncul satu franchise (waralaba) di lokasi yang sama, maka omzetnya bisa turun sampai setengah.
  • Kurang kreatif
Sebuah franchise (waralaba) biasanya mewajibkan keseragaman. Mulai dari dekorasi toko, papan reklame, produk yang ditawarkan sampai seragam pelayannya harus sama. Untuk orang yang menyukai kreatifitas, ini bisa membuat frustasi.
Jadi, jika anda yang terbiasa menjadi bos bagi diri sendiri, keseragaman ini mungkin cukup sulit dilakukan. Mungkin anda tidak cocok untuk berbisnis franchise (waralaba).
  • Pemilik franchise (waralaba) kurang mengenal daerah baru
Anda pasti sering mendengar kalau kunci sukses dalam berbisnis adalah lokasi, lokasi, lokasi. Pasalnya, lokasi memang sangat mentukan sukses atau gagalnya sebuah bisnis.
Intinya, jika anda tidak bisa menemukan lokasi yang tepat untuk membuka franchise (waralaba), anda pasti akan kesulitan, karena si pemilik franchise (waralaba) pun tidak bisa banyak membantu anda dalam menentukan lokasi.
Contohnya franchise (waralaba) pizza. Anda tidak bisa dengan mudah membuka gerai pizza di sebuah daerah yang cukup ramai penduduk. Tetapi, anda juga harus perhatikan tingkat usia di lokasi tersebut.
Salah besar jika anda membuka gerai pizza di lingkungan ramai tapi isinya orang tua. Lebih baik anda cari lingkungan yang lebih sepi tapi isinya anak muda semua.
Riset seperti ini lah yang biasanya tak dimiliki oleh si pemilik franchise (waralaba). Si pemegang lisensi franchise (waralaba) lah yang bertugas untuk melakukan riset ini sendirian tanpa bantuan kantor pusat.
  • Kurang mempelajari perusahaan pemilik franchise (waralaba).
Menjalankan bisnis waralaba adalah sebuah keputusan serius yang harus dilaksanakan dengan hati-hati. Sebelum anda menyewa franchise (waralaba), banyak belajarlah mengenai perusahaan yang jadi target, begitu pula dengan produk dan lokasinya. Karena bahkan dengan produk dan lokasi yang baik, belum tentu anda bisa meraup laba. Jadi, pastikan adan tahu risikonya sebelum membuka bisnis franchise atau waralaba. Akan tetapi yang sering terjadi kita belum mengetahui secara detail pemilik franchise (waralaba) langsung ikut usaha tersebut hanya karena tergiur omongan marketing perusahaan tersebut atau cerita orang-orang bahwa bisnis franchise (waralaba) bagus dan banyak mendatangkan keuntungan dalam waktu singkat tanpa melalui survey atau riset terlebih dahulu.
 Jadi berhati-hatilah sebelum memulai bisnis franchise (waralaba), harus benar-benar diperhitungkan dengan matang sebelum memulai usaha tersebut agar memperoleh keuntungan bukan malah memperoleh kerugian atau malah bangkrut.
Bukan berarti tidak boleh bisnis franchise (waralaba),akan tetapi sebelum terjun dalam bisnis tersebut harus benar-benar memperhitungkan dengan matang karena nilai investasinya yang besar.

Artikel Yang Perlu Diketahui :